Thailand, 29 Maret 2025. (REUTERS/Patipat Janthong)

Pada 28 Maret 2025, sebuah tragedi besar mengguncang dunia konstruksi. Gedung Kantor Auditor Jenderal di Bangkok, Thailand, runtuh saat masih dalam tahap pembangunan.

Bangunan setinggi 30 lantai itu roboh akibat gempa berkekuatan 7,7 magnitudo yang berpusat di Myanmar. Peristiwa ini menewaskan 103 orang dan menyeret berbagai pihak yang terlibat dalam proyek, mulai dari perencana, pelaksana, hingga pengawas, sebagai tersangka.

Yang membuat kasus ini semakin tragis adalah fakta bahwa Bangkok bukanlah wilayah rawan gempa. Hal ini menyebabkan banyak bangunan di kota tersebut tidak dirancang dengan sistem struktur tahan gempa. Padahal, guncangan dari wilayah sekitar tetap bisa menimbulkan dampak serius, seperti yang terjadi kali ini.

Investigasi awal menunjukkan adanya kelemahan fatal dalam struktur gedung tersebut. Sistem peredam gempa tidak tersedia, dan kualitas material yang digunakan juga dipertanyakan. Berdasarkan laporan Bangkok Post, dua batang baja yang diambil sebagai sampel dinyatakan tidak lolos uji oleh Institut Besi dan Baja Thailand. Ini menimbulkan dugaan bahwa kontraktor menggunakan baja di bawah standar.

Mengapa Gedung Bisa Runtuh?

Runtuhnya gedung pencakar langit bukanlah hal baru dalam dunia konstruksi, tetapi setiap kejadian selalu menyisakan pertanyaan penting: Apa penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya?

Salah satu faktor utama adalah kegagalan desain struktur. Desain yang tidak mempertimbangkan risiko seperti gempa atau tekanan angin tinggi akan membuat bangunan rentan terhadap gaya lateral. Dalam kasus Bangkok, banyak pihak mempertanyakan absennya sistem proteksi gempa, meskipun wilayah Asia Tenggara memiliki riwayat aktivitas seismik.

Selain itu, kualitas material juga menjadi penentu. Baja sebagai komponen utama harus memenuhi standar kekuatan dan elastisitas. Penggunaan material berkualitas rendah, seperti yang ditemukan pada proyek ini, dapat menyebabkan struktur kehilangan daya tahan saat menghadapi tekanan atau getaran.

Tak kalah penting adalah proses pelaksanaan di lapangan. Banyak kasus kegagalan konstruksi disebabkan oleh perbedaan antara spesifikasi di atas kertas dengan realisasi di lapangan. Pemangkasan biaya, tenggat waktu yang ketat, atau lemahnya pengawasan bisa menjadi pemicu. Proyek di Bangkok sendiri diduga melakukan sejumlah pelanggaran administratif yang berdampak langsung pada keselamatan bangunan. Faktor lain yang sering diabaikan adalah kondisi tanah dan sistem pondasi. Wilayah Bangkok memiliki karakteristik tanah yang lunak dan berlumpur, sehingga lebih rentan terhadap pergeseran tanah saat gempa terjadi. Jika pondasi tidak dirancang secara khusus untuk kondisi tersebut, kestabilan struktur akan terganggu.

Apa Solusinya?

Industri konstruksi sebenarnya memiliki berbagai solusi teknis yang dapat diterapkan untuk mencegah bencana serupa.

Namun, teknologi dan desain canggih tidak akan efektif tanpa integritas dalam pelaksanaan proyek. Penegakan regulasi, transparansi dalam proses konstruksi, serta akuntabilitas semua pihak yang terlibat adalah kunci untuk memastikan keselamatan publik.

Tragedi yang terjadi di Bangkok menjadi pengingat bahwa bangunan megah sekalipun bisa runtuh jika dibangun tanpa landasan keilmuan, etika, dan tanggung jawab. Dunia konstruksi tidak hanya dituntut untuk membangun dengan cepat dan tinggi, tetapi juga dengan aman dan berkelanjutan.

Setiap elemen dalam ekosistem konstruksi arsitek, insinyur, kontraktor, regulator, hingga masyarakat memiliki peran penting untuk memastikan bahwa keselamatan bukan hanya prioritas di atas kertas, tapi benar-benar diwujudkan dalam setiap proses pembangunan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *